Mengenai Saya

Foto saya
saya adalah saya, bukan anda atau dia.

Sabtu, 11 Desember 2010

RUU Pemerintah menumbangkan keaslian Indonesia.

Ada dua fenomena menarik yang terjadi di Indonesia tepatnya di kota Jogjakarta. Yaitu meletusnya gunung merapi dan usulan Presiden SBY . setelah meletusnya gunung merapi hingga mencapai radius 30 kilometer, yang menghanguskan sebagian besar pemukiman warga. Kini Jogjakarta di landa ususlan SBY untuk mencabut identitas daerah istimewa di Kota tersebut. Tentunya hal ini membuat warga Indonesia keseluruhan “geger” dan menuntut untuk di batalkan usulan yang kini menjadi RUU itu.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengaku mengusulkan hal tersebut karena sebuah Negara demokrasi harus memiliki daerah bagian yang demokrasi pula. selama ini Jogjakarta memang di berikan hak khusus untuk menjadi kota yang pemerintahannya di pimpin oleh Raja atau Sultan, bersistem istana sentries dan memegang adat jawa. Pendek kata, kota ini bersistem “monarki”.

Jika dilihat dari system “monarki”nya, tentu saja Jojgja bukan merupakan bagian dari Negara demokrasi seperti Indonesia. Namun perlu di ingat bahwa keistimewaan Jogjakarta merupakan kesepakatan bersama antara pemerintah dan Jogja sendiri sejak jaman dulu kala. Selama menjadi daerah monarki, rakyat Jogja juga menikmatinya bahkan merasa cocok dengan system tersebut. Dan itulah demokrasi yang mereka inginkan pula. lagipula, arti dasar dari demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Jadi dapat di simpulkan bahwa segala system yang hendak di bentuk harus mendapat persetujuan dari rakyat terlebih dahulu. Lalu, apakah usulan SBY untuk mencabut daerah Istimewa Jogjakarta sudah mendapat persetujuan rakyat secara keseluruhan?

Selain belum mendapat persetujuan dari rakyat, RUU pencabutan daerah Istimewa Jogjakarta juga mengundang banyak resiko. Daerah Jogjakarta adalah satu-satunya warisan turun-temurun dari kebudayaan Indonesia yang masih asli. dan merupakan pusat kebudayaan jawa yang bisa menyokong daerah lain untuk mempertahankan kebudayaannya yang mulai pudar. Jika pusat kebudayaan ini di cabut, dan di samakan dengan kota metropolitan yang lepas kebudayaan. Bagaimanakah nasib kebudayaan yang sekian tahun bahkan sekian abad masih berdiri kokoh tersebut?

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga mengatakan akan menaruh jabatan Sultan di atas Gurbernur. Jika kita amati, bukankah ha ini hanya menambah-nambahi pekerjaan saja?? bisa jadi setelah system itu dilaksanakan, aka nada dua kekuasaan di dalam kota Jogja sendiri. Yaitu kubu Suntan dan kubu Gurbernur. Bahkan bisa jadi rakyat Jogja lebih mengikuti perintah Sultan daripada perintah Gurbernur. Jelas hal ini mempersulit Gurbernur untuk bertindak dan menjalankan pembangunannya. Rakyat akan lebih patuh pada Sultan dan tak menghiraukan aturan yang di buat oleh Gurbernur dan aparatur Negara setempat. Dengan demikian, pemerintahan akan kembali pada system monarki (kesultanan). Dan usaha Presiden untuk mengubah system monarki itu gagal.

Dampak dari usulan Presiden ini tidak hanya membuat Rakyat resah, tapi juga marah. Rakyat Jogjakarta pun melakukan demo dimana-mana agar di dengar oleh SBY. Namun, suara rakyat sepertinya sama sekali tak di dengar oleh Presiden. Jika hal ini terus berlalu, apakah tidak menyebabkan pertikaian? Jika SBY hendak mengubah Jogjakarta, mengapa tidak sejak dulu kala? Mengapa harus di saat yang begitu kompleks dengan berbagai permasalahan? Ada baiknya tenaga dan pikiran yang sekarang di gunakan untuk hal yang sia-sia, di distribusikan untuk membangun Negara yang banyak permasalahan ini.

Mungkin ususlan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memiliki beberapa sisi baik. Namun sisi baik itu bisa menjadi sisi buruk jika rakyat tidak menyetujuinya. Kasus yang kini menggelitik kota Jogjakarta ini sama halnya mengubah pemerintahan di daerah lain untuk menjadi monarki. Misalnya, Jawatimur yang di pimpin oleh Gurbernur, tiba-tiba di pimpin oleh Raja atau tumenggung. Tentu tidak aka nada yang setuju. Sama halnya dengan Jogjakarta, karena masing-masing daerah di Indonesia memiliki otonomi yang di sepakati dengan pemerintah pusat. Jika di cabut, pemerintah terkesan seperti menjilat ludah sendiri.

Alasan SBY untuk mengubah kota Jogjakarta adalah agar semua daerah berdemokrasi bukan? Namun perlu di ketahui bahwa di Indonesia terdapat daerah yang berbeda dari daerah lain dengan tujuan untuk mempertahankan kebudayaan. Lagipula, hakikat demokrasi adalah hati dan nurani rakyat. Jika di paksakan, apakah ada nurani yang datang karena paksaan? Seharusnya SBY tidak perlu mengubah system pemerintahan di Jgjakarta. Yang harus di lakukan SBY adalah menerapkan dan memperbaiki system demokrasi di dalam keraton, melalui program kerja dan sikap sultan sendiri terhadap rakyatnya. Dengan begitu, tak ada lagi protes yang berkepanjangan dan dampak negatif yang mulai merambat kemana-mana.

Tidak ada komentar:

Love is...
© membuka dunia! - Template by Blogger Sablonlari - Font by Fontspace